Home » » Bagaimana Transaksi dan Investasi CRYPTOCURRENCY (BITCOIN) Menurut Syariat Islam

Bagaimana Transaksi dan Investasi CRYPTOCURRENCY (BITCOIN) Menurut Syariat Islam

Bagaimana Transaksi dan Investasi  CRYPTOCURRENCY (BITCOIN) Menurut Syariat Islam
Cryptocurrency adalah uang virtual, uang digital, atau uang elektronik yang berada di dunia maya dan tidak memiliki bentuk benda yang konkret. Cryptocurrency ini memiliki banyak macam, antara lain Litecoin, Monero, Ether, Ripple, Ethereun, Qtum, Dash, Zcash, dan Bitcoin. Keamanan Bitcoin dilindungi oleh teknologi Blockchain. Namun, Bitcoin tidak memiliki asset yang mendasari (underlaying asset) dan tidak ada lembaga otoritas yang bertanggung jawab, kepemilikannya anonim, fluktuasi nilai yang sangat ekstrem, dan lebih didominasi oleh faktor publikasi opini sistem pemasaran. Itulah sebabnya penggunaan Bitcoin dalam investasi dan transaksi bisnis menimbulkan pro dan kontra di kalangan pakar ekonomi dan ulama. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran seputar teknologi Bitcoin, terutama tentang Blockchain serta keabsahan penggunaannya dalam investasi dan transaksi bisnis menurut syariat Islam. Teori terapan yang digunakan adalah taksonomi bisnis haram lidzatihi dan haram lighairihi dari jumhur ulama yang direkonstruksi oleh Adiwarman Abdul Karim. Penelitian ini bersifat studi pustaka. Sumber data penelitian ini diambil dari Alquran, hadis Rasullah, kitab-kitab klasik dan kontemporer, serta dari sumber media online. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa teknologi Bitcoin dengan Blockchain memang bisa diakui sebagai teknologi revolusioner yang sangat baik, tetapi penggunaannya sebagai instrumen investasi mengandung unsur maysir (pertaruhan) dan sebagai instrumen transaksi bisnis mengandung unsur gharar. Kedudukan hukumnya adalah haram lighairihi.

Hasil gambar untuk gambar btc dAN AGAMA ISLAM
Pola Kerja Blockchain Teknologi Cryptocurrency Bitcoin

1.  Eksistensi Bitcoin: Aleksander Berentsen dan Febian Schar dalam artikelnya “A Short Introduction to the World of Cryptocurrencies”, yang dimuat dalam Federal Reserve Bank of St. Louis Review, menegaskan, Bitcoin adalah uang virtual yang tidak memiliki benda konkret (Aleksander Berentsen, 2018). Menurut Nakamoto, Bitcoin a purely peer-to-peer version of electronic cash would online payments to be sent directly from one party to another without going through a financial institution. Bitcoin adalah sistem pembayaran online dari kas elektronik secara peer-to-peer (P2P) yang dikirim langsung dari satu pihak ke pihak lain tanpa melalui lembaga keuangan (Nakamoto, bitcoin.org, 2018). Bitcoin adalah uang milik dunia bukan milik negara tertentu.
2.    Sejarah Penciptaan Bitcoin: Satoshi Nakamoto (nama samaran) seorang ahli sains komputer yang lahir di Jepang pada 5 April 1975, tinggal di Amerika serta pernah tinggal di beberapa negara Eropa, mengklaim bahwa dia adalah pencipta Bitcoin. Nakamoto mulai mengunggah masalah Bitcoin dalam sebuah paper yang dipublikasikan pada tahun 2008 melalui mailing list untuk menjelaskan cryptography (Aleksander Berentsen, 2018). Bitcoin diciptakan pada tahun 2009. Benar tidaknya Satoshi Nakamoto sebagai pencipta Bitcoin sulit diverifikasi karena semua bersifat rahasia. Mungkin saja ia bukan orang Jepang atau mungkin saja ia bukan perseorangan melainkan sebuah tim karena untuk menciptakan sebuah sistem yang rumit dan besar memerlukan kerja tim (Adityo, 2018). Satoshi Nakamoto sebagai pencipta Bitcoin meninggalkan Bitcoin tahun 2010 tanpa alasan yang jelas. Kedudukannya digantikan oleh Gavin Andersen yang awalnya terkenal dengan situs Bitcoin faucet (kran Bitcoin) yang membagibagikan 10.000 Bitcoin secara gratis. Akhir-akhir ini, ada seseorang yang mengaku sebagai Satoshi Nakamoto Ia bernama Craig Steven Wright. Wright adalah seorang ahli komputer dan pengusaha yang berasal dari Australia. Wright memiliki Bitcoin setara enam triliun rupiah, tetapi ternyata bukan Nakamoto.
3.  Legalitas Bitcoin: Agar masyarakat tidak terlalu jauh terlibat dalam transaksi dan investasi uang virtual Bitcoin, pemerintah melalui Bank Indonesia melarang investasi Bitcoin. Tanggal l6 Februari 2014 Bank Indonesia menyatakan uang virtual Bitcoin dan uang virtual lainnya tidak sah sebagai alat pembayaran. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, turut melarang seluruh pelaku di sektor keuangan memperdagangkan maupun memfasilitasi Bitcoin. Bank Indonesia akan memberi sanksi tegas bagi bank atau jasa pembayaran yang melayani transaksi dengan Bitcoin (tirto.id, 2018).

Kedudukan Hukum Penggunaan Uang Virtual Bitcoin

sebagai Instrumen Investasi dan Transaksi Bisnis Menurut Syariat Islam Pertama, Landasan Al-Quran. Ada dua ayat yang dijadikan landasan pembahasan hukum penggunaan Bitcoin, baik sebagai instrumen investasi maupun sebagai instrumen transaksi bisnis, yaitu surat al-Nisa [4] ayat 29 dan surat al-Maidah [5] ayat 90. Allah SWT berfirman: “Wahai orangorang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu (KSA, 2001). ”Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir (judi), (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” (KSA, 2001). Dari kedua ayat tersebut terdapat dua kata kunci yang dapat ditafsirkan, yaitu kata batil.

Kedua, landasan hadis Rasulullah SAW

Hadis yang diterima oleh Abu Hurairah sebagai berikut. ‘An Abi Hurairah ra qala, naha Rasulullahi SAW ‘an ba’i al-hashat, wa ‘an ba’i al-gharar (HR. Muslim) sebagaimana tertuang di dalam kitab Shahih Muslim juz 4 hadis nomor 1513. Abi Hurairah berkata, sesungguhnya Rasullah SAW melarang jual beli al-hashat yakni dengan cara melempar, dan jual beli al-gharar, mengandung unsur ketidakjelasan. Hadis kedua dari Ibn Masud. ‘An Abi Masud, anna nabiyya Shallallahu alaihi wa sallam qala la tasytaru al-samaka fi al-mai fa innahu gharar.’ Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Sunan Ahmad, jilid 1 halaman 388. Artinya, dari Ibn Mas’ud, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, janganlah membeli ikan di dalam air karena sesungguhnya hal itu adalah gharar.

Eksistensi Bitcoin sebagai mata uang virtual dianggap sah, legal, atau diperbolehkan dengan beberapa syarat, yaitu apabila diakui oleh negara. Hal ini karena hak dan kewajiban mengurusi iqtishadiyah termasuk penerbitan mata uang baru adalah kewenangan negara. Hal tersebut didasarkan pada rencana khalifah Umar bin Khattab (kepala pemerintahan) untuk membuat mata uang jenis baru dari kulit unta. Dalam hal ini, Bitcoin tidak diterbitkan oleh negara dan tidak diakui pula oleh Bank Indonesia maka Bitcoin adalah mata uang yang dianggap belum legal di Indonesia. Pihak Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak bertanggung jawab atas segala masalah yang ditimbulkan atas penggunaan Bitcoin, baik sebagai investasi maupun sebagai alat transaksi bisnis.
Sumber : Asep Zaenal Ausop 1 & Elsa Silvia Nur Aulia2 Kelompok Keahlian Ilmu Kemanusiaan, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung12

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 comments:

Posting Komentar